Secara umum klasifikasi ikan
nila menurut
Trewavas
dalam Suyanto (2003), adalah sebagi berikut; Filum Chordata,
Sub Filum Vertebrata, Kelas Osteichtyes, Sub Kelas Acanthopterigii, Ordo Percomophy, Sub Ordo Percoidea, Famili Cichilidae,
Genus Oreochromis, Spesies Oreochromis niloticus.
Menurut Saanin (1986), ikan nila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : bentuk tubuh panjang dan ramping, sisiknya besar berjumlah 24
buah, terdapat gurat
sisi (linea lateralis) terputus-putus di bagian tengah badan kemudian
berlanjut tetapi letaknya lebih kebawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada, matanya menonjol dan bagian tepinya berwarna
putih. Tubuh berwarna
kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang
makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor bergaris-garis tegak berjumlah 7-12 buah.
Ikan nila dilaporkan
sebagai pemakan segala (omnivora), pemakan plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga
ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air. Ikan ini mudah berkembang biak. Secara alami, ikan nila (dari perkataan Nile, Sungai Nil) ditemukan mulai dari
Syria di utara hingga Afrika Timur sampai ke Kongo dan Liberia. Pemeliharaan ikan ini diyakini pula telah berlangsung semenjak peradaban Mesir purba. Karena
mudahnya dipelihara dan dibiakkan, ikan ini segera diternakkan di banyak negara
sebagai ikan konsumsi, termasuk di berbagai daerah di Indonesia. Ikan nila dijual
dalam keadaan segar, dan daging ikan nila sering dijadikan fillet (Wikipedia, 2010).
Suyanto (2003), ikan nila hidup di perairan tawar seperti sungai, danau, waduk dan rawa. Ikan
nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam
yang sempit dan dangkal dengan kisaran kadar garam 0-35 permil. Nila juga
dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras aliranya.
Suhu optimal untuk
ikan nila antara 25-300C.
Djarijah (2002),
menyatakan bahwa ikan nila
dan
mujair merupakan sumber
protein hewani murah bagi konsumsi manusia.
Karena
budidayanya mudah, harga jualnya
juga
rendah.
Budidaya
dilakukan
di
kolam-kolam atau tangki pembesaran. Pada budidaya
intensif,
nila
dan
mujair
tidak dianjurkan
dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif. Nilai kurang bagi ikan
ini sebagai bahan konsumsi adalah kandungan
asam lemak omega-6 yang tinggi sementara asam lemak omega-3 yang rendah. Komposisi ini
kurang baik
bagi mereka yang memiliki
penyakit yang berkaitan dengan peredaran darah.
Komposisi kimia daging ikan nila
menurut Rukmana (2003), adalah sebagai berikut; air
65%, protein 17,5%, lemak 3,3% dan abu 0,9%. Ditambahkan
Awang et al., (2002) ikan nila mengandung sumber asam amino yang berguna seperti treonin (175,2
mg/g), leusin (62 mg/g), lisin
(20,5 mg/g), metionin
(11 mg/g), fenilalanin (30 mg/g)
dan tryptophan (15 mg/g).
DAFTAR PUSTAKA
Saanin, H. 1986. Taksonomi dan
Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta.
Jakarta. 520 hal.
Suyanto, S.R., 2003. Nila. Penebar
Swadaya. Jakarta. 105 halaman.
Wikipedia. 2010. Ikan
Nila. http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_nila. Di
akses pada Maret 2011.
Djauhariya, Endjo. 2003. Mengkudu (Morinda citrifolia L)
Tanaman Obat Tradisional. Perkembangan Teknologi 15(1): 18-23.
Rukmana. R. 2003. Ikan
nila, Budidaya
dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta. 95 halaman.
ikan nila jika di pelihara di air yang kurang atau tidak mengalir bagus ngga gan?
BalasHapusLebih bagus di air mengalir kalau menurut saya gan, soalnya air terus berganti....
BalasHapus